Langsung ke konten utama

Sang Mendung

"Cinderella Dalam Botol", begitu judul cerita yang aku buat malam ini. Kutinggalkan ponselku sebentar. Lalu ketika aku kembali, kudapati sebuah notif messenger.

From: Mendung
Bagaimana jika ternyata Pangeran memendam perasaan yang sama pada Merah? Ceritamu gantung.

Aku kaget. Siapa orang ini? Aku pun membuka profil orang yang bernama 'Mendung' ini. Hanya ada gambar-gambar awan yang mendung. Tidak kutemui mutual friend di profil facebooknya. Lalu kujawab saja asal padanya.

To: Mendung
Kalau begitu mungkin Pangerannya bisa menemui ayah Si Merah untuk membuka segelnya.

Hanya dibaca. Tanpa balasan.

"Dasar, orang aneh."gumamku saat itu.

***

Hari yang kunantikan telah tiba. Festival dongeng internasional. Museum Nasional. Ah, aku sangat suka berada di museum. Menyenangkan sekaligus menenangkan. Seperti bisa menyusuri diri sendiri.

Aku pun bergegas menuju meja penerimaan tamu. Menuliskan nama. Tiba-tiba saja,

"Mbak Ara Diara ya?" Salah seorang wanita yang duduk menjaga meja itu menatapku. Aku bingung.

"Iya. Ada apa?" Alisku mengerut berpikir.

"Ini ada titipan." Wanita tadi menyerahkan sebuah plastik kecil kepadaku.

"Buat aku? Dari siapa?" Aku masih kebingungan. Masa iya ada pembagian doorprize untuk pengunjung telat sepertiku? Jadi aku berusaha meyakinkan bahwa itu memang untukku.



"Iya. Dari mas-mas berjaket biru tua. Katanya disuruh bilang dari Kak Mendung."

Aku hampir saja tertawa terbahak-bahak. Hellow, Kak? What the...

Aku pun segera pergi dari situ dan mencari tempat sepi untuk melihat apa isi plastik kecil bergambar hello kitty itu. Saat kubuka, aku terdiam sebentar. Takjub. Sebuah ikat rambut berhias kupu-kupu berkilauan sudah tergenggam di tanganku. Ini apa coba maksudnya? Lalu saat kucoba merogoh lagi dalam plastik itu, kutemui sebuah kertas dengan tulisan handlettering indah: Buat Ara. Di bawahnya, ada tulisan yang diprint dengan bunyi:
Jangan suka kelamaan nyari gelang. Ikat rambut juga bisa dipake buat gelang kok.

Dasar nggak jelas! Eh, tunggu! Bagaimana dia tahu? Jangan-jangan dia mengikutiku kemarin? Aku pun langsung menggerakkan kepalaku cepat ke kanan dan ke kiri seolah mencari seseorang yang tengah mengawasiku. Nihil.

Aku ingat betul, kemarin di sebuah pusat perbelanjaan besar aku iseng mencari gelang. Lalu kutemui sebuah ikat rambut yang cantik. Ikat rambut ini kupegang lama kemarin. Itu berarti dia..... Aku pun bergidik ngeri.

Selama acara, aku mencari-cari pria berjaket biru tua yang ternyata jumlahnya sangat banyak dan tidak ada yang kukenal satu pun. Sial, siapa sih dia?

***

Jalanan sudah agak gelap. Tidak seperti biasanya aku akan merasa takut. Kali ini, entah mengapa karena aku yakin ada yang mengawasiku aku jadi sedikit lega. Kalau aku kenapa-kenapa kan pasti dia tidak tinggal diam. Tunggu dulu, kalau ternyata dia adalah orang jahat? Ah, sudahlah positive thinking saja.

Sambil memainkan ponsel, aku agak ceroboh melihat jalan. Hingga akhirnya,
BRUKK.

Euwwh. Kakiku terjerumus lubang jalan. Aku berusaha mengeluarkannya tapi rasanya sakit sekali. Ck! Mana si penguntit itu? Arrgh, aku jadi kacau karena mengandalkannya.

Akhirnya kupaksakan kakiku bergerak dan keluar juga dari lubang tadi. Walau begitu, jalanku jadi sedikit pincang. Aku pun memutuskan untuk ke tempat yang ramai akan kendaraan umum dan segera pulang. Padahal masih ada agenda yang harus kuhadiri. Tapi mau bagaimana lagi? Kakiku sudah sangat sakit.

***

Ponselku kucabut dari kabel charger. Kunyalakan. Banyak notif berlarian tapi satu yang berhasil menyita perhatianku. Notif messenger. Kubuka cepat-cepat.

From: Mendung
Hai, Merah. Bagaimana kakimu? Sudah sembuh?

Aku kesal. Kubalas saja dengan sinis.

To: Mendung
Apa pedulimu?!

Diam sejenak. Kupikir dia hanya akan membacanya. Tapi lima menit kemudian,

From: Mendung
Haha. Kamu marah? Aku sengaja tidak menolongmu. Kamu tahu? Karena aku ingin kamu mengerti bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa kamu dapat dari orang lain. Terkadang, kamu harus merasa sakit untuk bisa bangkit dan menyadari kekuatanmu sendiri. Agar kamu semakin kuat. Dan ternyata hari ini kulihat 'Si Merah' bakal bisa keluar dari botol dengan kekuatannya sendiri. :p

Cih. Sok bijak sekali orang ini.

To: Mendung
Jangan harap setelah kamu menasihatiku aku akan memanggilmu 'Kak Mendung'. Itu membuatku mual.

Berbeda dengan tulisanku, sebenarnya aku kembali merasa geli akan sikap anehnya itu. Aneh tapi mampu membuatku tertawa.

From: Mendung
Hmm, sebenarnya panggilan 'Kak' hanya untuk menyadarkanmu betapa kekanak-kanakkannya dirimu.

To: Mendung
Jangan sok tau. Siapa kamu? Cuma bisa bersembunyi. Pengecut.

From: Mendung
Ini bukan Merah ya? Oh, ini Ara. Ara kalau ketemu Merah, tolong bilang jangan cari tahu tentang aku. Lebih baik dia bersiap-siap sampai aku menemui ayahnya untuk membuka segel Merah. Agar Merah tetap menjadi Merah. :) Terima kasih, Ara.

OFF. Artinya, akunnya sudah di-log out.

Aku hanya bisa tertegun. Semakin penasaran. Siapa sih dia? Siapa Mendung itu?

To be continued...

Komentar

  1. Wah, siapa tuh si Kak Mendung? Songong banget nggak nolongin orang jatoh :p

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinderella Dalam Botol

"Huhuhu..." Seorang gadis kecil menangis di bawah pohon Ek. Angin berhembus sangat kencang. Gadis itu tau sebentar lagi ibu peri akan datang. Benar saja, ia kemudian mendengar langkah yang mendekat. "Kamu kenapa, Merah?" tanya ibu peri. "Aku sedih, Ibu Peri. Aku selalu dihina sebagai gadis pendek." Ya, dialah si Kurcaci Merah. Satu-satunya dari bangsa kurcaci yang tersisa. "Hmm... Kamu pernah mendengar tentang Cinderella?" Merah menghapus air matanya. "Pernah." "Kamu mau berubah menjadi gadis cantik dan berdansa dengan pangeran?" Merah membelalakkan matanya tak percaya. "Sungguh? Ibu Peri bisa mengubahku? Lalu, apakah aku akan berubah lagi menjadi gadis pendek ketika jam 12 malam?" Merah tak ingin terlalu senang lebih dulu. "Tidak. Hanya saja, syaratnya lebih berat." "Apa itu, Ibu Peri? Kenapa harus lebih berat dari Cinderella?"

Cinta yang Baru

Baca dulu: Chapter 1: Cinderella dalam Botol Chapter 2: Sang Mendung Ceritanya ini adalah setoran pertama untuk tantangan selama satu minggu dan membayar setoran tantangan menggunakan kalimat pertama di buku halaman 24 paragraf 5. Lisa menyambutku dengan antusias. (Cinta yang Baru, Ahimsa Azaleav, Hal.24 paragraf 5) Lisa menyambutku dengan antusias. Aku mengernyit bingung. Tidak biasanya Lisa seantusias ini. "Ada apa?" "Ada kiriman buat kamu." "Sepagi ini?" "Iya. Buka dong bukaaa. Penasaran niih." Lisa adalah sepupuku yang kebetulan sedang menginap selama satu minggu di rumahku. Aku sudah menceritakan tentang 'Mendung' kepadanya. Dan semalam aku tidak pulang ke rumah karena harus menginap di rumah sahabatku, Gigi. "Dari siapa?" Sebelum menerima sesuatu, aku terbiasa bertanya siapa pemberinya. "Sebelum hujaaan. Hahaha." CRAP. Wajahku langsung menegang. Kubuka kotak hijau itu dan isin